Search

Sastrawan se-Asia Tenggara Bahas Masa Depan Buku, Apakah Masih Ada Harapan?

Liputan6.com, Jakarta - Minat literasi anak-anak bangsa untuk membaca buku kian menurun. Seiring berkembangnya digitalisasi, anak-anak cenderung mencari informasi lewat media elektronik ketimbang mendapatkannya dengan membaca buku.

Berdasarkan studi World Most Literate Countries yang dilakukan oleh John W Miller, Presiden Central Connecticut State University (CCSU), Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara dalam hal minat membaca pada 2016.

Kurangnya minat literasi tersebut, membuat para sastrawan yang bergelut di dunia perbukuan merasa resah. Untuk itu, Perhimpunan Sastrawan Budayawan Negara Serumpun (PSBNS) mengadakan pertemuan antar-sastrawan dari berbagai Asia Tenggara.

Pertemuan yang mengusung tema "Sastra, Perbukuan, Kreativitas dan Kopi Bagi Generasi Muda" ini lahir karena berubahnya perilaku manusia dalam membaca buku, yakni dari membaca buku cetak dan beralih menjadi artikel digital.

"Para sastrawan akan berbicara dan berdiskusi tentang dunia perbukuan yang dibenturkan dengan era digital, karena saat ini para milenial lebih suka membaca digital daripada membaca buku," ujar Free Hearty, Ketua sekaligus founder PSBNS, Senin, 5 Agustus 2019.

Acara yang berlangsung pada 3--5 Agustus 2019 itu mengumpulkan 70 sastrawan serumpun dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand. Tak hanya berbicara mengenai perbukuan, para sastrawan juga mengupas tentang budaya minum kopi yang jadi inspirasi saat menulis.

"Kopi itu memberikan inspirasi bagi sastrawan karena saat menulis biasanya selalu ada kopi. Saya juga yakin bahwa teman-teman sastrawan pasti selalu meminuum kopi kecuali kalu memang mereka yang punya penyakit. Kopi selalu memberikan semangat untuk para seniman," ujar Sari Narulita, Wakil Ketua PSBNS.

Selain diskusi tentang literasi, ada pula berbagai kegiatan lain seperti membaca sajak, penampilan musikalisasi puisi, peluncuran buku, mengulas buku, hingga menyanyikan lagu dari syair puisi karya para sastrawan.

2 dari 3 halaman

Pembicara dan Tujuan Diskusi

Pertemuan sastrawan serumpun ini sebenarnya diadakan secara rutin di setiap tahunnya. Namun berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini para pembicara ditunjuk langsung dari peserta sehingga diskusi jadi lebih terbuka sesuai dengan persepsi masing-masing pembicara.

"Biasanya tema dan acara kami setting terlebih dahulu. Tetapi kali ini kami keluar dari pakem dan yang menjadi pembicara adalah sastrawan dari peserta pada hari ini. Tetapi ternyata dampaknya lebih menarik karena tidak direncanakan sebelumnya," ujar Free Hearty.

Dalam tema yang mengangkat buku dan digitaliasi ini, ada empat sastrawan yang ditunjuk jadi pembicara untuk berdiskusi. Mereka adalah Malim Ghozali, Raja Ahmad Aminollah, Syamsuddin CH Haesy, dan Hana Fransisca.

Hasil dari diskusi tersebut bahwa buku tidak pernah akan mati eksistensinya. Digital dan buku akan saling bersinergi satu sama lain. Buku bisa dijadikan bentuk digital agar bisa tersebar luas di kalangan berbagai lapisan masyarakat.

Selain untuk berdiskusi, pertemuan ini bertujuan untuk mempersatukan tali silaturahmi antar para sastrawan dan memperkenalkan sastra kepada berbagai masyarakat agar lebih disukai dan dihargai.(Devita Nur Azizah)

3 dari 3 halaman

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Let's block ads! (Why?)



Bagikan Berita Ini

0 Response to "Sastrawan se-Asia Tenggara Bahas Masa Depan Buku, Apakah Masih Ada Harapan?"

Post a Comment

Powered by Blogger.